.: Perhatikan Ucapan dan Amal Kita :.


Seorang saudara menulis di facebook tentang dirinya demikian “Amal atau Aksi boleh saja surut, berhenti sejenak atau bahkan padam, tapi tidak dengan KEYAKINAN. Karena KEYAKINAN itu lah yang akan menghidupi amal atau aksi kita. Maka KEYAKINAN harus selalu hidup dan itulah yang dinamakan IMAN ... INNALLAHA MA'ANA”. Satu sisi betul adanya sebagaimana kita coba sedikit kaitkan dengan orang yang bertaubat, yang tentunya sedang bermasalah dengan “amal atau aksi yang boleh saja surut”.


Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertobat sekarang" Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih (At-Taubah 17-18).

Semakin menajamkan pengaruh suasana hati yang di dalamnya bersemayam keyakinan atau pembenaran dalam hati terhadap ucapan, dan amal, kemungkinan dimulai dari hati sebagaimana Sayyid Quthb mengunggkap ada “perubahan dalam hati” ada “pembaharuan dalam jiwanya” tapi “hati yang digoncang oleh penyesalan yang amat dalam dan digoyang dengan goyangan yang keras sehingga ia bangkit, lau melompat dan sadar, dalam usia yang masih lapang, dan di tengah semaraknya keinginan dan cita-cita” (Fi Zhilalil Qur’an Sayyid Qutbh Jilid 4 halaman 160). Tetapi coba kita lihat dimensi lain tentang amal yang surut manakala kita maknai sebagai hati yang sakit. Kita mulai dengan interkoneksitas antara suasana hati, ucapan dan amal. Setidaknya satu ayat berikut menggambarkan hal demikian
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (Al-Hujuraat 15).

Orang-orang yang benar-benar beriman itu adalah orang orang yang benar dalam akidahnya. “jika kalbu telah merasakan lezatnya keimanan dan kegandrungan kepadanya serta telah mengakat, niscaya akan mendorong untuk mewujudkan kebenaran itu di luar kalbu. Yakni, dalam aneka praktik persoalan dan dalam realitas kehidu
pan”...”jika perasaan itu belum tertanam dalam kalbunya dan dampaknya belum terwujud dalam realitas kehidupan, berarti keimanan itu belum ada” (jilid 20 halaman 336). Inilah dimensi lain tentang amal yang surut menandakan surut pula imannya. Maka kita menemukan definisi yang masyhur itu “tashdiiq bil qalb, waiqraar billisan, wal’amal bil arkaan”. “Maka KEYAKINAN harus selalu hidup dan itulah yang dinamakan IMAN” sebagaimana amal yang hidup dan ikrar dengan lisan juga dinamakan iman dan ketiganya harus bergandengan jika ingin menyebut iman yang selamat, sakit, ataupun mati.

Perhatikan ucapan dan amal kita karena ia juga bagian dari iman, ketika ucapan dan amal berirama keshalihan sebagaimana hati membenarkan, maka telah nampak baginya “qalbun saliim”, manakala ucapannya menyakitkan lantas menyelaraskan dengan amal yang berantakan karena kebaikan yang ia terlalai dari padanya dan terjerumus dalam kubangan kemaksiatan, itu pertanda imannya sedang sakit atau mengerdil, dan berhati-hatilah dengan iman yang sakit dalam suasana yang melenakan sehingga ia nyaman berada dalam kubangan itu, sehingga hati pun terkunci lalu mati. Engkau ingatkan atau tidak sama saja bagi mereka. Lalu bagaiman
a keluar dari kubangan lumpur itu?

“Kalau sudah merasa nyaman di kubangan lumpur?” masih bingung dengan jawabannya, tapi perubahan dan pembaharuan mengisyaratkan butuhnya “suasana” baru (dengan makna yang seluas mungkin). Mari kita upayakan suasana baru itu. Seorang teman lantas menyahut “Merealisasikan jawaban saya mungkin masih panjang, butuh beberapa tahun mungkin, Saat ini jalani saja..
Bismillahirrahmanirrahiim..” selain mendapatkan suasana baru maka “jalani saja” seperti bernada pesimis, ya bagi orang yang imannya tidak sedang sakit, berada dalam kubangan menjadikan “jalani saja” seperti setetes embun yang lambat laun akan mewarnai kubangan lumpur. Jalani saja dengan meniti kebaikan demi kebaikan, jalani saja dengan penih kepayahan bersemangat keiklasan maka kubangan tidak lagi berisi lumpur tetapi berhiaskan tetesan embun. J

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
BLOG PROFESIONAL IPMAKA 11 GARUT | Pengelola Redaksi Dwi Nurhayati | DESAIN BLOG KANG PENDI | TEMPLATE ORIGINAL KENDHIN x-template.blogspot.com